S
SENGSARA benar nasib pengungsi akibat banjir besar yang melanda Barito Utara bulan April 2005 lalu. Saat ini, berbagai dampak maupun implikasi akibat banjir tersebut, sangat ‘melukai’ segenap warga disana. Hari demi hari yang harus dilalui dan dihadapi para penderita banjir, yakni memikirkan rumahnya yang tenggelam, bahkan ada pula yang sudah tenggelam, terbakar pula. Selain itu, banyak pula rumah penduduk yang roboh untuk selama-lamanya akibat tidak mampu menahan air banjir. Bahkan, ada sebagian rumah yang terseret arus, kemudian, terpaksa diikat dengan pohon, karena khawatir terseret arus banjir lagi.
Fenomena warga kehilangan harta benda maupun kerabatnya, kemudian, tingkat kesehatan yang menurun karena ancaman berbagai penyakit, kekurangan sandang dan pangan, bahkan rawan kelaparan akibat jalur transportasi dan distribusi terhambat, adalah hal yang biasa. Dan, akibat yang paling tragis, lingkungan menjadi terisolir serta banyak masyarakat menjadi depresi bahkan frustasi memikirkan nasib mereka selanjutnya setelah banjir usai. ‘Kami harus mulai lagi dari mana?’, adalah pertanyaan yang kerap terlontar dari para korban musibah ini.
Seperti biasa, lagi-lagi bantuan pemerintah datang dengan terlambat, padahal banyak elemen masyarakat yang siap menjadi Relawan guna membantu mendistribusikan bantuan. Masyarakat sebenarnya tahu, tanpa partisipasi warga, berapa banyak personil Pemda yang belum mampu mendistribusikan bantuan tersebut.
Namun masalahnya, Pemda sepertinya kurang transparan dalam menangani masalah ini, terlebih untuk mensosialisasikan bantuan tersebut kepada masyarakat secara luas. Alasannya, lagi-lagi juga klasik, yaitu persoalan rumitnya pencairan dana bantuan, birokrasi yang sangat birokratis, kurang sigap dan kurang antisipatif. Belum lagi dugaan penyimpangan dana bantuan. Sepertinya, budaya dan sifat birokrat yang seperti ini, sudah sangat menggejala di seluruh nusantara, dan sudah menular ke mana-mana, dari tingkat pemerintahan pusat sampai daerah.
Ketidakpedulian yang membuat kesal masyarakat setempat yang tertimpa musibah banjir, sepertinya juga menulari perusahan-perusahaan swasta yang berdomisili di Barito Utara. Terlebih, perusahan-perusahaan kayu dan galian tambang yang turut andil menciptakan kerusakan lingkungan hidup, yaitu dengan tindakan pendangkalan air sungai, pencaplokan tanah, pengrusakan kayu (illegal logging) dan eksploitasi batubara.
Walhasil, masyarakat penderita banjir hanya bisa menggantungkan nasibnya dengan menunggu bantuan ala kadarnya, sekedar untuk bertahan hidup sambil menunggu banjir surut. Bahkan ada sebagian masyarakat juga sudah tidak memikirkan lagi berbagai implikasi lainnya paska banjir berakhir, seperti rawannya penyakit, akibat air kotor dan lingkungan yang rusak. (A/E, Laporan Korkot 3 Barito Utara, KMW 3 P2KP 2/1; Yanti)
KPP Ampera berusaha mengkondisikan warga sekitar untuk berpartisipasi merawat, minimal tidak memb...
Penguatan KPP diharapkan memberikan manfaat kepada pemerintah daerah, pemerintah setempat, terkai...