![]() |
Oleh: Babul Jannah Sri Hafsa, ST Fasilitator Teknik Tim Faskel Palu Barat, Kota Palu OSP 8 Prov. Sulawesi Tengah |
Di zaman teknologi yang melaju cepat ini, ternyata masih terdapat sejumlah warga Indonesia yang belum menikmati listrik. Menonton televisi dan mendengarkan radio hanya jadi sebuah mimpi. Mereka hanya menikmati temaramnya lampu teplok dari atas kaki bukit Gunung Gawalise sembari menikmati gemerlapnya lampu-lampu listrik di kejauhan: Kota Palu, yang berjarak 13 kilometer. Mereka ini adalah warga di RW 04 Kelurahan Watusampu, Kecamatan Palu Barat. Di usia Kota Palu yang menginjak 34 tahun dan 67 tahun usia Republik ini, warga Watusampu belum pernah menikmati listrik.
Mimpi warga yang berjumlah 200 Kepala Keuarga (KK) untuk menikmati listrik juga mimpi Herman, Ketua RW 04 Kelurahan Watusampu. Impian itu mendorong Herman mengambil inisiatif mencari energi alternatif. Bersama warga lainnya, ia kemudian mengomunikasikan gagasan pengadaan energi alternatif itu kepada Koordinator BKM Kelurahan Watusampu Zainudin.
Siklus program ketika itu bertepatan dengan rembug warga untuk membahas Review Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan (PJM Pronangkis) di Kelurahan Watusampu. Dari rembug warga itu terlahir hasil Review Rencana Tahunan BKM Kelurahan Watusampu. Satu di antara rencana tahunan itu adalah pengadaan energi alternatif di RW 04. Berbungalah hati Herman. Ia segera menyampaikan kabar baik itu ke warganya.
Akhirnya, disepakati untuk mengalokasikan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dari program PNPM Mandiri Perkotaan tahap dua tahun 2010 senilai Rp 3 juta. Dana ini digunakan untuk membeli peralatan pembuatan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Selebihnya, swadaya masyarakat sejumlah Rp 6 juta. Ya, total alokasi dana yang dibutuhkan guna membuat PLTA berdiameter 1,5 meter itu terang benderang membutuhkan Rp 9 juta. Dana sebesar itu adalah untuk pengadaan mesin, dinamo, kayu dan kabel jaringan.
![]() |
![]() |
Tampak Tim Fasilitator ikut menyaksikan proses |
pemasangan Kincir air pembangkit tenaga listrik |
Pucuk dicinta ulam tiba. “Ditemukan” seorang warga bernama Triono, yang berasal dari Banyumas, Jawa Tengah, yang kini menjadi warga RW 04 Kelurahan Watusampu. Triono dipercayakan oleh warga setempat untuk membuat instalasi bangunan PLTA manual tersebut. Triono yakin jika PLTA manual dibangun, bisa membantu penerangan Desa sebanyak 5.000 watt.
Mimpi warga mendapatkan penerngan listrik mendorong mereka kerja bakti secara swadaya. Tak berlangsung lama, PLTA yang digerakkan oleh air terjun ini akhirnya bisa dinikmati oleh warga sejak Januari 2011.
Menurut Triono dengan kapasitas 5.000 Watt, energi listrik yang disalurkan mencapai sekira 4.500 Watt. Dengan kapasitas yang masih terbatas itu, baru sekira 30 rumah tangga yang mendapatkan aliran listrik, dengan jatah 140 watt untuk masing-masing rumah. Termasuk juga dijatahkan untuk penerangan listrik di rumah ibadah (mesjid).
“Jika hingga akhir tahun 2011 layanan listrik dari PLN belum juga mampu menjangkau RW 04 Watusampu maka solusi bagi rumah warga yang belum mendapatkan aliran listrik adalah menambah satu lagi unit alat PLTA melalui pendanaan BLM tahun 2011 dan swadaya,” jelas Herman.
![]() |
![]() |
Kondisi kincir air yang sudah beroperasi dan di sekitarnya sudah dibersihkan dan dibangun tempat pelindung Alat Dinamo Kincir Air |
Berkat adanya listrik sangat membantu kelancaran warga melakukan aktivitas ibadah pada malam hari |
Guna kepentingan keberlanjutan pengelolaan dan pemeliharaan sarana/alat PLTA, dibentuk lembaga/KSM Operasional dan Pemeliharaan (O & P). KSM pemelihara ini diketuai oleh Herman. Kemudian dibangun kesepakatan, warga pemanfaat listrik PLTA berkontribusi sebesar Rp5.000 per bulan. Dana ini akan digunakan untuk biaya perbaikan atau penggantian jika terjadi kerusakan alat/sarana PLTA, termasuk honor bulanan bagi petugas operator/pengontrol alat PLTA.
Walau kapasitas energi listrik masih terbatas, aktivitas sosial kemasyarakatan dan keagamaan kini makin marak di RW 04 Kelurahan Watusampu. Dimulai dari pengajian anak-anak sampai ibu-ibu, marak dimana-mana. Aktivitas ekonomipun mulai menggeliat. Beberapa warga mulai membuka warung sampai malam, dan menjual sembako kebutuhan warga. Semua kegiatan tersebut tak terlihat sebelumnya, karena gelap menyelimuti perkampungan warga setiap malam. [Sulteng]
Editor: Nina Firstavina
BLM PNPM Mandiri Perkotaan sekira Rp101 juta nyaris raib disalahgunakan. Namun dana tersebut ters...
Dalam perjalanan pembangunan Posyandu ini tidaklah mudah, BKM Siasayangngi Kelurahan Baru harus memu...