![]() |
“Kami semakin merasa kurang dan butuh banyak belajar dari tamu-tamu yang studi banding ke sini.” Begitu, kalimat yang sering disampaikan Koordinator Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Tridaya Waru Mandiri, Kelurahan Karangwaru, setiap kali ada studi banding ke BKM-nya. Memang nyaris setiap pekan tamu berdatangan dari daerah-daerah seantero Nusantara, bahkan negara-negara Asia, Eropa dan Afrika, mulai dari institusi level desa hingga institusi level internasional, bermaksud belajar dari Karangwaru. Semakin banyak yang berkunjung dan studi banding ke Karangwaru, justru semakin meningkatkan semangat belajar BKM Karangwaru untuk selalu berbenah diri.
Tulisan ini semata sebuah refleksi atas apa yang telah dilakukan masyarakat Karangwaru, teruntuk para relawan di institusi BKM yang tetap konsisten dalam berikhtiar berjuang untuk perubahan. Sekedar gagasan ide yang terimplemantasikan dalam bentuk nyata, apa dan bagaimana BKM bergerak. Semua lahir atas kesederhanaan dan kesadaran dalam melihat fenomena kemiskinan dan kekumuhan yang terjadi di lingkungan sekitarnya; diidentifikasi, dirembuk, disepakati dituangkan dalam rencana aksi bersama.
Mungkin semua terasa mudah jika hanya sampai di sini. Karena teori hanya habis di teori. “Berani usul, berani bertindak. Berani merencanakan bersama maka berani wujudkan bersama.” Slogan ini sederhana tapi mendalam, subtansial, dan ternyata mampu menstimulan warga yang menuangkan idenya. Terbukti mereka telah merealisasikan atas rencana kerja yang telah disepakati bersama.
![]() |
Pada dasarnya manusia tentu mengharapkan sebuah pengakuan atas apa yang mereka idekan. Ide yang terealisasi itulah pengakuan. Dan, pengakuan sesungguhnya adalah penghargaan. Maka lakukan (kerja), lakukan (kerja), lakukan (kerja), membangun gerakkan bersama tentu ada yang namanya simbiosis mutualisme; saling membutuhkan dan saling mengisi. Itulah wujud kolaborasi terjadi.
Hampir 7 tahun penataan kawasan di Kelurahan Karangwaru, khususnya di Bantaran Sungai Buntung, melalui Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Masyarakat (PLPBK), yang merupakan reward bagi BKM yang dinilai baik: aspek kelembagaan, aspek keuangan dan tingkat partisipasi masyarakat dan respon pemerintah setempat. Walhasil pemberdayaan masyarakat melalui pembangunan PLPBK yang dilakukan berdampak pada perubahan-perubahan signifikan, terutama perubahan pola pikirnya, perilaku masyarakatnya untuk menjadi agen pembangunan.
Dengan falsafah 3T—Teach (pendidikan), Truth (kebenaran) and Trust (kepercayaan/keyakinan), artinya bahwa pemberdayaan merupakan kegiatan pendidikan untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran yang telah diyakini, dengan kata lain masyarakat didik untuk menerapkan setiap inovasi (informasi baru) yang telah diuji kebenarannya dan diyakini dapat memberikan manfaat bagi perbaikan lingkungan dan masyarakatnya.
Beberapa catatan pegamatan adanya konflik sosial, baik individu atau kelompok (BKM dengan pemerintah setempat atau dengan lembaga lokal dan komunitas yang ada) maka menjadi urgent untuk memadukan pendekatan sosial dengan penguatan kesadaran kritis, pendekatan apapun tanpa adanya penyadaran hanya akan menumbuhkan fragmentasi, konsumerisme, pragmatisme, dependensi di masyarakat. Sementara pendekatan pengetahuan saja seringkali tidak bisa menjawab tantangan kongkrit di masyarakat. Dalam menjalankan peran pemberdayaan ini, peran fasilitator kelurahan dan relawan/kader memainkan peran kunci. Fasilitator dituntut mempunyai kapasitas yang memadai dengan etos kerja tinggi.
![]() |
Kegiatan advokasi secara intensif harus diakukan agar terwujud kemandirian masyarakat dalam konteks pembangunan penataan permukiman berkelanjutan, pola pikir base on project, paradigma BLM/BDI-oriented perlu diminimalisir, bahkan dihindari. Advokasi merupakan kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar orang lain termotivasi, membantu, mendukung dan terlibat aktif terhadap apa yang menjadi tujuannya; melalaui lobi, dialog negosiasi dan lain lain.
Program inovatif “Karangwaru Bergerak” merupakan wujud kearifan lokal gerakan masyarakat Karangwaru yang dimotori BKM dan tokoh-tokoh kunci, di antaranya mantan Rektor UII Yogyakarta Edy Suandi Hamid (sebagai ketua), dalam hal ini adalah upaya untuk memberdayakan dan memandirikan individu, kelompok dan masyarakat agar berkembang kesadaran, kemauan dan kemampuannya dalam pembangunan penataan kawasan permukiman kumuh Karangwaru. Dengan kata lain agar masyarakat, pemerintah, kelompok peduli, perguruan tinggi, perusahaan dan stakeholders lainnya secara proaktif terlibat dalam pembangunan sebagai wujud gerakan kolaborasi dari kita oleh kita untuk kita.
Dengan keberhasilan penataan kelembagaan dan pembangunan tersebut, BKM dituntut mampu mewujudkan visinya, yaitu terwujudnya lingkungan permukiman Karangwaru yang nyaman huni. Selain itu juga mampu secara kolaboratif mewujudkan keberlanjutan program PLPBK. BKM dinilai mampu berproses mengembangkan amanah tersebut, walau banyak rintangan dan tantangan mulai waktu proses penataan kawasan sampai dengan kini.
![]() |
Keberhasilan BKM ini terinspirasi jejak Ki Hajar Dewantara, yang dapat dilihat dari falsafah dan karyanya sebagai berikut. Pertama, Ing Ngarso Sung Tulodo. BKM mampu memberikan contoh, teladan bagi masyarakatnya, BKM mampu merevitalisasi dan eloborasi peran fungsinya secara responsif proaktif (berada di depan).
Kedua, Ing Madyo Mangun Karso. BKM mampu menumbuhkan inisiatif dan mendorong kreativitas serta semangat dan motivasi untuk selalu belajar dan mencoba, serta mampu melakukan inisiasi-inisiasi kegiatan khususnya penguatan masyarakat melalui kegiatan sosialisasi melalui berbagai media lokal yang familiar dengan masyarakat, serta penguatan masyarakat melalui pelatihan-pelatihan (berada di tengah), BKM mampu mewujudkan gerakan stuktural dan kultural dalam wadah kolaborasi dalam penanganan kumuh di wilayahnya, sampai saat ini kemitraan dengan pihak luar untuk penataan kawasan sungai buntung maupun sarana dan prasarana infrastruktur di Lingkungan Kelurahan Karangwaru yang sudah mencapai dana sebesar Rp21 miliar.
Ketiga, Tut Wuri Handayani. Mau menghargai dan mengikuti keinginan, mimpi, harapan serta upaya yang dilakukan masyarakatnya sepanjang tidak menyimpang dari acuan yang ada. Adanya Organisasi Pemanfaat dan Pemelihara (O & P) yang disebut Karangwaru Riverside (KRS). Berawal dari kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga keberlanjutan program. Komunitas Karangwaru Riverside adalah Organisasi Relawan/agen perubahan di Kelurahan Karangwaru, khususnya dalam hal perawatan dan pengelolaan sepanjang bantaran Sungai Buntung (Karangwaru Riverside).
![]() |
Organisasi ini sangat kuat, solid dan aktif dalam perawatan, pengembangan serta mengadakan event secara terus menerus. Selain itu KRS juga sudah melakukan kemitraan dengan Perguruan Tinggi, perusahaan, dalam hal kegiatan yang dilakukan sehingga sampai dengan saat ini dana yang masuk untuk semua kegiatan di KRS sudah mencapai sekitar Rp120 juta.
Karya-karya pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat baik warga Karangwaru maupun di luar Kelurahan Karangwaru. Hal ini dapat di lihat dari kemanfaatan Ruang Terbuka Publik, yang selalu ramai dikunjungi serta sebagai tumbuh kembangnya ekonomi masyarakat sekitar.
Begitu banyaknya hasil ide perjuangannya diwujudkan dalam bentuk nyata oleh BKM Tridaya Waru Mandiri, Kelurahan Karangwaru hingga berbuah menjadi Juara 1 BKM Terbaik Tingkat Nasional Tahun 2017. Penghargaan ini sesungguhnya penghargaan untuk semua stakeholders, yang terlibat dalam proses pembangunan di Karangwaru. Sekaligus penghargaan ini sebagai daya dorong bagi BKM dan semua stakeholder untuk lebih meningkatkan semangat juang demi kesejahteraan masyarakat Karangwaru, pada khususnya dan masyarakat Kota Yogyakarta pada umumnya. Semoga menguatkan daya juang saudara-saudaraku BKM, di manapun berada. Salam solidaritas. [DIY]
Penulis: Sodikin, Askot KK Kota Yogyakarta, KMW/OSP V KOTAKU Provinsi DI Yogyakarta
Editor: Nina Razad
Kawasan Petoaha-Bungkutoko Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara dulunya kotor dan kumuh, kini ma...
Masih ingat Taman Olahraga Ramah Anak (TORA) di Kelurahan Dempo, Kecamatan Lubuklinggau Timur II, Ko...