Kualitas infastruktur adalah “harga mati” mengandung syarat mendasar saat berbicara soal infrastruktur. Satu di antaranya adalah sertifikasi, yang banyak dikaitkan dengan pemberian kelayakan, penghargaan, atau kelulusan seseorang dalam suatu kegiatan. Sertifikasi memiliki tujuan, seperti membentuk tenaga praktisi atau tenaga ahli berkualitas tinggi, membentuk standar kerja tinggi, pengembangan profesional berkesinambungan sehingga sertifikasi lebih banyak pada lingkup kegiatan akademik profesi atau produk hasil profesi.
Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) mengenal istilah sertifikasi pada kegiatan fisik, yakni penilaian pekerjaan kelompok swadaya masyarakat (KSM). Jika KSM telah selesai pada progres 100 persen maka bisa mengajukan permohonan disertifikasi kepada badan keswadayaan masyarakat (BKM) melalui Unit Pengelola Lingkungan (UPL). Selanjutnya BKM melakukan sertifikasi bersama UPL, fasilitator, Tim Inti Perencanaan Partisipatif (TIPP), dan unsur Satuan Kerja Pembangunan Infrastruktur Permukiman (PIP). Proses selanjutnya adalah pembuatan berita acara hasil pemeriksaan pekerjaan untuk dikatakan sudah sesuai atau tidak sesuai syarat untuk serah terima pekerjaan.
Sertifikasi Pekerjaan
Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kegiatan pemeriksaan hasil pekerjaan—yang disebut sertifikasi—melibatkan beberapa unsur, yakni kepada desa/lurah, kepala kecamatan, atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya. Keikutsertaan mereka ini menunjukkan tingkat kepedulian pejabat publik terhadap program infrastruktur berbasis masyarakat. Sementara masyarakat pun berbangga dengan hasil pekerjaannya, yang diperiksa para pejabat peduli. Kebanggaan ini diyakini memicu semangat dan modal menjalankan roda pemeliharaan.
Sertifikasi menjadi tolok ukur volume pekerjaan yang dilakukan KSM sesuai dengan perencanaan secara kuantitas dan kualitas. Secara kuantitas, berarti jenis pekerjaan memenuhi perencanaan dalam proposal. Secara kualitas berarti setiap jenis pekerjaan harus sesuai dengan spefikisasi yang direncanakan.
Lalu apakah hasil sertifikasi mesti lulus layak? Belum tentu. Dalam beberapa pekerjaan bisa saja hasil sertifikasi tidak layak sehingga ada rekomendasi untuk dilakukan perbaikan pada beberapa item yang telah ditunjuk. Dan sertifikasi berikutnya tentu akan dilakukan lagi atau disertifikasi ulang.
Sertifikasi Tukang
Hasill pekerjaan infrastruktur yang baik pun ditentukan banyak faktor antara lain kapasitas dan kompetensi tenaga kerja yang terlibat. Mulai dari pembantu tukang, tukang, dan mandor. Kapasitas dan kompetensi mereka akan menentukan metode kerja dan spesifikasi pekerjaan untuk menentukan kualitas pekerjaan. Secara formal kapasitas dan kompetensi seseorang diwujudkan dengan sertifikasi sesuai dengan profesinya masing-masing.
Saat ini Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) telah melakukan beberapa sosialisasi dengan Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Sertifikasi. Dalam Undang-undang Nomor 13/2013 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 18, (1) Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi; (2) Pengakuan kompetensi kerja melalui sertifikasi kompetensi kerja; (3) Pelaksana sertifikasi kompetensi kerja oleh badan sertifikasi profesi yang independen. Dalam konteks persaingan global, sertifikasi adalah hal penting untuk menjamin kompetensi dan kapasitas tenaga kerja Indonesia agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing.
Setiap tenaga kerja yang terlibat dalam pekerjaan infrastuktur harus mempunyai sertifikasi sebagai jaminan terhadap kapasitas dan kompetensi. Di sisi lainnya, sertifikasi tukang juga menjadi jaminan hasil kualitas pekerjaan. Semoga.
Penulis: Nurokhman, Tenaga Ahli Infrastruktur KMW OSP 5 Kotaku Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Editor: Epn
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan tersebut, akan diselenggarakan kegiatan Workshop Nasional “Seman...
Di pengujung pendampingan Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku), kita dipersiapkan untuk memberikan peng...