Konsep ‘Keroyokan’ Surjadi buat Kampung Bugis
![]() |
Sapu lidi mungkin jadi inspirasi yang melekat di benak Surjadi. Bersatu menjadi teguh dan kuat, bercerai berai bakal berantakan tak berarti. Bagi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (Bappelitbang) Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, asa menghapus kumuh tak bisa dilaksanakan hanya oleh sebagian unsur wilayah. Semua harus seia sekata bergandengan tangan bersama untuk menanggulangi persoalan kumuh wilayah. Seperti misalnya, dalam penanganan kawasan Kampung Bugis, penyandang status kumuh di Kecamatan Tanjungpinang Kota.
Surjadi yang menjabat Kepala Bappeda sejak Juli 2017 itu meyakini persoalan kumuh bisa teratasi lewat aksi terintegrasi, tidak parsial. Penuntasan kumuh tidak boleh berjalan sendiri-sendiri, belum terintegrasi, dan berakibat hasil yang tak optimal. Dan langkah kebersamaan, menurut penyandang predikat Master of Technic itu, harus bisa diwujudkan dengan satu impian bersama untuk membebaskan Kampung Bugis lepas dari permasalahan tujuh indikator kumuh, terhitung sejak tahun kemarin: 2018. Dan itu bisa.
Kepala Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Kota Tanjungpinang ini menelurkan ide; saatnya menangani kumuh Kampung Bugis secara ‘keroyokan’. Semua unsur wilayah mesti menyelesaikan masalah permukiman kumuh secara terintegrasi, fokus program, fokus kawasan, dan berbagi peran. Menurut putra daerah asli kelahiran 1974 itu, sumber daya dan sumber dana kota dan provinsi mesti dimaksimalkan dalam keterpaduan program.
![]() |
Pucuk dicinta, ulam tiba. Pemerintah pusat melalui Satuan Kerja PKP Provinsi Kepulauan Riau mengulurkan kontribusi: pembangunan pelantar lingkar, titik utama perhatian estetika (focal point), rehabilitasi rumah, dan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal. Menurut Surjadi, hasil urunan itu masih ditambah Bantuan Dana Investasi (BDI) Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) Tahun Anggaran 2018 berupa partisipasi pembangunan jalan pelantar dan pengadaan motor sampah plus swadaya masyarakat dalam proses pembangunannya.
Walau demikian, Surjadi masih belum merasa puas. Buat bapak dua anak ini, pembangunan infrastruktur bukan jaminan dalam penyelesaian persoalan permukiman kumuh. Sebab menurut penyuka tenis itu yang acap disampaikan di berbagai forum, faktor perilaku manusia adalah unsur penting dalam penyelesaian persoalan kumuh. Dia berkeyakinan, pembangunan infrastruktur harus diimbangi dengan perubahan perilaku masyarakat agar menjadi lebih baik. Seperti tidak membuang sampah sembarangan atau membuang limbah rumah tangga langsung ke laut.
Sosok yang pandai, ramah, dan mudah akrab dengan siapa juga ini kerap mengingatkan untuk selalu mengedepankan keterpaduan program penanganan. Dia menggandeng Dinas Kesehatan setempat untuk penyuluhan hidup sehat buat warga.
![]() |
Dinas Lingkungan Hidup Kota Tanjungpinang pun tak ketinggalan digaet buat program penghijauan lingkungan rumah tangga melalui penanaman tanaman jeruk dalam pot. Sementara organisasi perangkat daerah (OPD) dan berbagai komunitas digalang ikut menjadi motor penggerak kegiatan gotong royong bersih-bersih lingkungan.
Di berbagai kesempatan sosok aparatur sipil negara (ASN) Pemerintah Kota Tanjungpinang itu selalu mengedepankan konsep penyelesaian persoalan kumuh yang harus fokus, terintegrasi, dan selalu berbagi peran. Lantaran itu pula agaknya Surjadi terbuka untuk diundang sebagai narasumber pelatihan masyarakat menangani kumuh wilayah.
Kinerja total Surjadi dengan konsep ‘keroyokan’ mencatat sederet keberhasilan. Dari total awal luas kumuh Kampung Bugis sebesar 19,21 hektare, dia sukses merekam pengurangan kumuh sebanyak 4,66 Ha pada 2017 dan 14,56 Ha lainnya pada 2018. Cita-citanya untuk mencopot status Kampung Bugis dari kumuh pada 2018 genaplah sudah. Selamat! [Kepri]
Dokumentasi lainnya:
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
Penulis: Raziza Malindawati, Tenaga Ahli Komunikasi, OC/KMW Kotaku Provinsi Kepulauan Riau
Editor: Epn