![]() |
Terletak di jantung Kota Yogyakarta, Kelurahan Suryatmajan merupakan kelurahan strategis dipandang dari lokasinya. Kelurahan ini hanya berjarak sekitar 2 kilometer dari kawasan wisata dan ikon Kota Yogyakarta: Malioboro. Namun, seperti fenomena kampung di tengah kota besar lainnya, Kelurahan Suryatmajan juga masih menghadapi permasalahan kekumuhan. Di sepanjang Sungai Code yang melintasi kelurahan ini terdapat permukiman padat penduduk yang mayoritas masyarakatnya berpenghasilan rendah, dengan mata pencaharian sebagai tukang parkir, penambang pasir, pedagang gorengan, penjaga warung, buruh pabrik dan toko, serta pengrajin piala.
Di tengah padatnya permukiman, masyarakat Suryatmajan saling berebut ruang. Berbagai aktivitas tumpah ruah dalam ruang sempit bantaran sungai, sehingga menyebabkan suasana semrawut, tidak tertata, dan kumuh. Rumah-rumah warga memunggungi sungai, sehingga menempatkan sungai sebagai tempat pembuangan sampah terpanjang. Meski demikian, hidup di kawasan kumuh sudah menjadi hal biasa bagi warga Suryatmajan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan yang sangat khas pada permukiman kumuh bantaran sungai yang padat dan miskin. Jangankan membayangkan kehidupan yang lebih layak, masyarakat Suryatmajan hanya bisa pasrah untuk bertahan hidup. Kebersihan dan kesehatan terabaikan, ruang publik diperebutkan sehingga sering kali memicu konflik, keselamatan anak ketika bermain di bantaran sungai pun jadi taruhan. Belum lagi permukiman padat dengan risiko kebakaran yang tinggi, tidak dapat diakses oleh mobil pemadam, pun tidak tersedia APAR dan hidran.
Namun, itu adalah cerita Suryatmajan dahulu…
Suryatmajan kini sudah berubah, baik dari wajah lingkungan dan penyediaan infrastruktur. Perlahan perubahan sosial terjadi di Suryatmajan, menuju kampung yang ramah untuk semua.
Cerita perubahan di Suryatmajan ini dimulai dari kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK) yang diinisiasi melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Perkotaan di Kementerian PU, pada tahun 2014. Untuk mendorong masyarakat dalam mewujudkan lingkungan yang layak huni dan berkelanjutan, berbagai kegiatan sosialisasi gencar dilakukan oleh fasilitator dan relawan kampung Suryatmajan ketika itu. Proses ini tidak mudah. Selama lebih dari satu tahun, relawan dan masyarakat berproses bersama hingga akhirnya tergugah untuk berubah dari kampung kumuh menuju kampung yang layak huni. Sebagai kelompok masyarakat yang banyak beraktivitas di rumah dan area permukiman, perempuan pun berpartisipasi di dalamnya.
![]() |
Setelah pembangunan infrastruktur melalui PNPM, hingga saat ini kolaborasi terus terjadi di Kelurahan Suryatmajan. PNPM yang kemudian bertransformasi menjadi Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) terus berlanjut pada tahun 2017 dan 2018 untuk mempercantik Suryatmajan. Kegiatan dengan pembiayaan APBN telah dikolaborasikan dengan program-program pemerintah daerah yang juga membantu upaya mengubah wajah kawasan Suryatmajan. Masyarakat pun berpartisipasi melalui pembangunan swadaya.
Suryatmajan kini adalah buah dari proses “perubahan sosial’ yang sentuhannya mencakup partisipasi aktif berbagai pihak, termasuk juga kelompok marjinal dan kaum perempuan. Tercatat sejumlah 51% perempuan terlibat secara aktif dan setara dengan kelompok masyarakat lainnya dalam tahapan pembangunan, yaitu persiapan, perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi dan keberlanjutan. Maka tidak heran jika perubahan yang terjadi tidak hanya pada perubahan wajah namun juga terjadinya perubahan sosial berupa aktivitas sosial kemasyarakat yang cukup progresif.
3 M (Munggah, Mundur, Madhep Kali)
Bersama seluruh komponen masyarakat, bantaran sungai ditata dengan mengaktualisasikan segenap aspirasi warga terlebih aspirasi dari kaum perempuan dan anak-anak. Hasil rembug memutuskan untuk melakukan penataan dengan konsep 3 M (Munggah, Mundur, dan Madhep Kali) – naik, mundur dari sempadan, dan menghadap ke sungai. Komitmen 3 M ini bertujuan untuk mendapatkan ruang publik dan fasilitas warga yang memadai dan layak bagi warga agar aktivitas keseharian warga dapat dilakukan dengan leluasa, menekankan pada poin untuk memberikan ruang sosial berupa interaksi dan komunikasi warga yang lebih guyub dan menyenangkan.
Komitmen 3 M telah melahirkan sebuah ruang yang ternyata mempunyai dampak yang sangat konkrit bagi kehidupan warga. Dampak konkrit itu meliputi terpenuhinya kerinduan warga akan ruang bersama untuk bersosialisasi, tumbuhnya ruang berekspresi dan belajar bagi perempuan yaitu munculnya kelompok seni perempuan “Srikandi Kenthur”, perempuan sebagai penggerak ekonomi lingkungan, tumbuhnya pranata sosial baru berupa pelaksanaan jam belajar masyarakat, tumbuhnya kepedulian warga dalam merawat sungai.
Terpenuhinya Kerinduan Warga Akan Ruang Bersama
Ruang publik bagi masyarakat di permukiman kumuh dan padat penduduk merupakan sesuatu yang mewah. Ketersediaan ruang publik menjadi angan bagi setiap masyarakat di kampung kumuh. Di Suryatmajan, ruang sempit yang selama ini bertumpuk fungsi dan kegunaannya ditata sedemikian rupa dengan konsep 3M untuk mewujudkan ruang interaksi dan beraktivitas bersama. Warga dapat memanfaatkan ruang publik tersebut untuk kegiatan pengajian, kegiatan rutin masyarakat, tempat bermain anak, dan ruang belajar bersama. Perempuan dan laki-laki; anak, remaja, dewasa, maupun lansia dapat mengakses ruang setara, tidak ada pembedaan.
![]() |
Ruang Ekspresi dan Belajar Bagi Perempuan, Kelompok Seni Perempuan “Srikandi Kenthur”
Ruang yang dibangun juga telah melahirkan kelompok seni yang beranggotakan perempuan-perempuan Suryatmajan. Dalam komunitas ini, perempuan berekspresi dan berolah seni dalam kegiatan bermusik bersama. Anggota komunitas yang mayoritas adalah ibu rumah tangga memiliki aktivitas baru yang kreatif, meningkatkan kualitas hidup dengan kegiatan yang menyenangkan di sela rutinitas mengurus keluarga, serta problematika sosial dan ekonomi.
Perempuan sebagai Penggerak Ekonomi
Munculnya kegiatan ekonomi seiring dengan perubahan aktivitas warga yang diinisiasi oleh kaum perempuan dengan melakukan kreativitas usaha produktif yaitu jenis usaha baru seperti angkringan warga, usaha kue, dan souvenir. Kegiatan ekonomi menjadi generator bagi kaum perempuan untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. Bagi perempuan, ketahanan ekonomi juga menjadi tanggung jawab di pundaknya. Dengan meningkatnya ekonomi keluarga akan beriringan dengan meningkatnya kualitas hidup keluarga, seperti terpenuhinya gizi keluarga, kesehatan, dan juga pendidikan.
Tumbuhnya Pranata Sosial Baru “Pelaksanaan Jam Belajar Masyarakat’
Perubahan sosial juga terjadi dengan tumbuhnya pranata sosial baru berupa aturan jam belajar masyarakat. Aktivitas warga diatur melalaui jam belajar masyarakat agar kebutuhan belajar anak-anak dapat kondusif, dan orangtua melaksanakan tanggung jawab mewujudkan situasi yang kondusif bagi pembelajaran. Ruang publik digunakan juga untuk aktivitas belajar bersama, sehingga dilengkapi dengan pencahayaan yang cukup dan nyaman untuk beraktivitas.
Tumbuhnya Kepedulian Warga Dalam Merawat Sungai
Salah satu dampak dari PLPBK adalah munculnya kepedulian warga akan pentingnya merawat dan menjaga sungai. Melalui sosialisasi yang dilakukan relawan sungai, masyarakat dididik untuk tidak lagi membuang sampah di sungai. Sehingga, wajah Suryatmajan kini tidak lagi dikotori sampah. Masyarakat Suryatmajan menyadari pentingnya menjaga lingkungan untuk mewujudkan hidup bersih dan sehat. [KMP-2]
Penulis: Tim Safeguard KMP Kotaku wil. 2
Editor: Epn
Kawasan Petoaha-Bungkutoko Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara dulunya kotor dan kumuh, kini ma...
Masih ingat Taman Olahraga Ramah Anak (TORA) di Kelurahan Dempo, Kecamatan Lubuklinggau Timur II, Ko...